This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 17 Desember 2013

52.000 Siswa Menari Gambyong Kolosal

Klaten - Dalam rangka memeriahkan serangkaian hari jadi Klaten ke 209, Hut RI ke 69 dan Hut Pemkab Klaten ke 63, Pemerintah Daerah yang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, serta RSPD dan SKPD lainnya, menggelar pertunjukkan tari Gambyong Kolosal di sepanjang Jalan Pemuda dan di kecamatan pada hari minggu (27/10). Pertunjukan tari gambyong tersebut di ikuti oleh 52 ribu pelajar mulai dari SD hingga SMA.
         Dalam kesempatan tersebut Bupati Klaten, Sunarna turut menghadiri pertunjukan tari kolosal Gambyong. Sekitar pukul 08.00, Bupati beserta rombongan tiba di depan halaman Gedung Sunan Pandanaran menggunakan sepeda. Pertunjukan tari kolosal Gambyong dibuka secara resmi oleh Bupati dengan membunyikan sirene sebagai tanda pertunjukkan tari gambyong kolosal itu dimulai.
         Antusias warga terhadap pertunjukkan ini sangat tinggi, ditunjukkan dengan banyaknya masyarakat yang bergerombol untuk menyaksikan tari gambyong yang dilaksanakan di sela-sela kegiatan car free day itu. Bahkan banyak diantara mereka yang memenuhi badan jalan utama yang mana dijadikan tempat peserta tari kolosal gambyong untuk menunjukkan aksi tarinya. “kalau gak maju, ya nggak keliatan penarinya. Makanya saya ikut maju, seperti yang lain” ujar Yoshi, warga dari Bareng Tengah, yang turut berdesakan dengan penonton lain.
         Peserta tari Gambyong Kolosal dalam pertunjukkan tersebut menampilkan dua ragam tari gambyong, yaitu Gambyong Pareanom dan Gambyong Pangkur. Peserta terlihat sangat luwes dan apik ketika menarikan dua tarian Kolosal tersebut di hadapan Bupati Klaten.
         Peserta mengaku sangat bangga dan senang bisa menampilkan yang terbaik dalam pertunjukkan tari gambyong kolosal. “Bangga sekali mbak. Apalagi disaksikan langsung oleh pak Bupati” seru Rosianna peserta dari sekolah Muhammadiyah 1 Klaten seusai pertunjukkan. Sesuai dengan perkembangan jaman, berbagai ragam kesenian termasuk seni tari mulai ditinggalkan oleh masyarakat terutama kawula muda, dengan adanya pertunjukan seni tari Gambyong Kolosal ini diharapkan masyarakat kembali melestarikan seni kebudayaan terutama seni yang berkembang di daerah Klaten sendiri.








Ilustrasi Penari (Dok/JIBI/Solopos)

Kali Pertama, Candi Sojiwan Klaten Jadi Tempat Upacara Galungan

KLATEN – Ratusan umat Hindu mengikuti acara Galungan dan Kuningan di Pelataran Candi Sojiwan, Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Klaten, Minggu (27/10/2013). Kegiatan itu baru kali pertama diadakan secara bersamaan di satu tempat.Menurut pantauanSolopos.com di lapangan, ratusan umat Hindu tersebut berasal dari Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka mulai memadati Candi Sojiwan sejak pukul 08.00 WIB dengan membawa berbagai sesaji dan perlengkapan upacara.
Usai acara seremonial yang dihadiri Muspika setempat, acara inti berupa upacara sembahyang Galungan dan Kuningan dimulai sekitar pukul 11.00 WIB.Ketua Panitia Acara, I Wayan Sahopiartha, mengatakan tema kegiatan ituMembangun Kebersamaan Melalui Jalan Dharma. Ia berharap dalam perayaan tersebut dapat saling terjalin kebersamaan antarumat Hindu yang dilandasi kebajikan dan kebenaran.
“Kami ingin kebersamaan bukan hanya terjalin antarumat Hindu, tetapi juga seluruh umat beragama, sehingga menciptakan perdamaian di seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan. Tapi, ini kami mulai dari intern umat Hindu untuk memperkuat kebersamaan itu,” katanya saat ditemui wartawan sebelum acara dimulai, Minggu.
Terkait pemilihan lokasi acara di Candi Sojiwan, tidak terlepas dari nilai sejarah adanya candi tersebut. “Kalau dilihat dari sejarahnya, Candi Sojiwan ini merupakan perpaduan candi Hindu dan Budha. Jadi, kami berharap disini bisa tercipta kebersamaan antarumat Hindu dan bahkan nantinya bisa berlanjut kebersamaan dengan umat beragama lain,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya berencana mengenalkan Candi Sojiwan sebagai upaya pelestarian cagar budaya. Bahkan, ia berencana menjadikan acara tersebut menjadi agenda tahunan. Ia berharap rencana itu bisa meningkatkan ekonomi sayarakat sekitar dan menarik wisatawan agar mau mengunjungi Candi Sojiwan.
“Kalau Candi Prambanan kan sudah menjadi ikon upacara peringatan Hari Raya Nyepi. Nah, kami juga ingin menjadikan Candi Sojiwan ini untuk ikon peringatan Galungan dan Kuningan. Tentunya dengan seizin Musipika dan Pemkab Klaten. Ini juga bisa memberikan efek yang luas yakni meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar yang ingin berjualan makanan, minuman dan cinderamata,” imbuh Wakil Ketua Bidang Organisasi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Klaten itu.Sementara itu, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jawa Tengah, I Nyoman Suharta, mengatakan peringatan tersebut mencermikan kemenangan kebaikan melawan kejahatan.
“Di dalam diri manusia itu pasti ada kejahatan dan kebaikan atau dharma dan adharma. Musuh yang ada di dalam diri manusia inilah seperti iri, dengki, dan hawa nafsu yang harus diperangi agar muncul kebaikan,” katanya saat memberikan sambutan dalam pembukaan acara.
Sumber : Solopos.com

Senin, 09 Desember 2013

Festival Ketoprak DIY 2013 Menyasar Kaum Muda

Dalam festival ini masing-masing peserta diwajibkan menggunakan iringan gending klasik Yogyakarta dengan unsur-unsur konvensional seperti playo, dan keprak yang bisa “murba” (memberikan aba-aba/mengelola adegan). Selain itu semua pemain tidak boleh berusia di atas 40 tahun.
Kontingen Kulon Progo dengan Lakon Sulastri sebagai penyaji terakhir dalam Festival Ketoprak DIY 2013 di Gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, difoto:  Sabtu malam, 23 November 2013, foto: a.sartono
Kontingen Kulon Progo dengan Lakon Sulastri sebagai penyaji terakhir
dalam Festival Ketoprak DIY 2013
Festival Ketoprak Antarkabupaten dan kota di Yogyakarta Tahun 2013 berakhir 23 November 2013. Festival yang dilangsungkan di Gedung Concert Hall Taman Budaya ini dimulai sejak Rabu, 20 November 2013. Pada hari pertama festival ditampilkan kontingen dari Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Masing-masing dengan lakon “Tumenggung Mayang” dan “Tembang Tlutur ing Ereng-ereng Gunung Keling”.
Pada Kamis, 21 November 2013 ditampilkan kontingen dari Kabupaten Bantul dengan lakon “Nalika Rendheng Tanpa Banyu” dan Kabupaten Gunung Kidul dengan lakon “Aji Guramandala”. Pada hari terakhir festival, Jumat 22 November 2013 ditampilkan kontingen dari Kabupaten Kulon Progo dengan lakon “Sulastri” dan ketoprak eksibisi dari SMK Petrus Kanisius Klaten dengan lakon “Sabaya Mukti Sabaya Mati”. Perlu diketahui juga bahwa penampil eksibisi dari SMK Petrus Kanisius merupakan pemenang I dalam Festivak Ketoprak Pelajar se Kabupaten Klaten.
Ada pun yang bertindak sebagai juri dalam festival tersebut adalah Ignatius Wahono, Indra Tranggono, Murjono, Marsidah BSc, dan Prof Dr Suminto A Sayuti. Sedangkan narasumber dari festival ini adalah RM Altiyanto Henryawan dan Bondan Nusantara.
Kontingen dari SMK Petrus Kanisius Klaten ikut memeriahkan Festival Ketoprak DIY 2013, Sabtu malam, 23 November 2013, foto: a.sartono
Kontingen dari SMK Petrus Kanisius Klaten ikut memeriahkan Festival Ketoprak DIY 2013
Dalam Festival Ketoprak Yogyakarta Tahun 2013 ini masing-masing peserta diwajibkan menggunakan iringan gending klasik Yogyakarta dengan unsur-unsur konvensional seperti playo, dan keprak yang bisa “murba” (memberikan aba-aba/mengelola adegan). Selain itu semua pemain tidak boleh berusia di atas 40 tahun. Boleh menggunakan pemain berusia di atas 40 tahun namun tidak lebih dari 3 orang. Durasi pementasan adalah 75-90 menit. Sedangkan tema lakon bebas. Tepuk tangan hanya diperkenankan setelah selesai pentas.
Anggota dewan juri Prof Dr Suminto A Sayuti mengatakan bahwa masa depan ketoprak ada di tangan generasi muda, sehingga pelibatan generasi muda dalam kegiatan ini menjadi wajib. Ia berharap dengan kegiatan itu generasi muda tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri.
Capaian estetik rata-rata dari semua kontingen masih relatif standar. Namun persoalan ini hendaknya dipandang sebagai bentuk silaturahmi budaya. Persoalan menang dan kalah dalam lomba adalah persoalan biasa dan memang harus demikian.
Kabupaten Bantul sebagai Penyaji Terbaik dalam Festival Ketoprak DIY tengah menerima piala bergilir, difoto: Sabtu malam, 23 November 2013, foto: a.sartono
Kabupaten Bantul sebagai Penyaji Terbaik
dalam Festival Ketoprak DIY menerima piala bergilir
Namun juri juga menyampaikan bahwa semua kontingen ketoprak dari masing-masing kabupaten dan kota sudah menjadi kontingen yang layak untuk ditonton atau dinikmati pementasannya. Masing-masing kontingen juga sudah bisa menjadi dirinya sendiri, yang menjadi unsur pembeda (ciri) dengan kontingen lain. Embrio-embrio perketoprakan yang terbentuk tinggal mengembangkan lebih lanjut.
Keluar sebagai penyaji terbaik sekaligus juara umum dalam festival ini adalah kontingen Kabupaten Bantul dengan capaian nilai 2.400. Penyaji terbaik II adalah Kabupaten Gunung Kidul dengan nilai 2.360. Penyaji terbaik III adalah Kabupaten Sleman dengan nilai 2.325. Penyaji terbaik IV adalah Kota Yogyakarta dengan nilai 2200. Sementara Kulon Progo menjadi POenyaji Terbaik V dengan nilai 2.100.
Selain itu terpilih juga sutradara terbaik dalam festival tersebut adalah Henrianto (Bantul), penata panggung terbaik atas nama Yunanto (Kulon Progo), penata iringan terbaik adalah Dandun Hadi (Bantul), penata busana terbaik adalah Sri Budiati (Sleman), Pemeran utama pria terbaik adalah Budisriawan (Gunung Kidul) yang memerankan tokoh Rogojoyo. Pemeran utama wanita terbaik adalah Puji Arianti (Bantul) yang memerankan tokoh Kedasih. Pemeran pembantu pria terbaik adalah Nuryanto (Bantul) yang memerankan tokoh Pragola. Sedangkan pemeran pembantu wanita terbaik adalah Wahyu Indriani (Gunung Kidul) yang memerankan tokoh Sekar Arum.
Para penerima hadiah dalam Festival Ketoprak DIY 2013 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, difoto: Sabtu malam, 23 November 2013, foto: a.sartono
Para penerima hadiah dalam Festival Ketoprak DIY 2013
Naskah & foto: A. Sartono


Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website http://www.tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya